Pedoman Hisab Muhammadiyah
Hisab berasal dari kata Arab Al-Hisab  atau dalam  arti  harfiahnya perhitungan atau pemeriksaan, tapi secara  general atau  umum  kata Hisab diartikan sebagai perhitungan saja. Organisasi  Muhammadiyah sebagai organisasi Islam  Yang  sangat berpengaruh di  Indonesia, terbukti dengan banyaknya  pengikut  orrganisasi ini yang  tersebar diseluruh Nusantara (Republik  Indonesia).  Organisasi  Muhammadiyah yang merupakan organisasi Yang  didirikan oleh KH  Ahmad  Dahlan di Yogyakarta, mempunyai Metode dalam  menentukan 1  ramadhan dan  1 syawah (idul Fitri), metode ini dinamakan  metode Hisab  atau metode  perhitungan yang mengambil dasar dari  Al-Qur’an dan Hadis  shahih serta  mememecahkan atau mengimplementasikan  Ayat Qur’an dan hadis  Nabi  dengan ijma Ulama atau perkembangan ilmu  pengetahuan dan  tehnologi.
Dalam menentukan 1 ramadhan dan 1  Syawal, dalam lingkungan  organisasi  muhammadiyah dilakukan metode hisab  atau perhitungan dengan  berpedoman  pada tiga kriteria. kriteria  tersebut adalah:
- Telah terjadi Konjungsi atau Ijtimak;
 - Konjungsi itu terjadi sebelum matahari terbenam;
 - Pada saat terbenamnya matahari, piringan atas bulan berada diatas upuk (bulan baru telah ada/wujud).
 
Ketiga  kriteria diatas mesti atau wajib terpenuhi semua,  kalau salah  satu  point diatas tidak terpenuhi, maka bulan baru belum  dimulai.
Pedoman Rukyat
Rukyat dapat terbagi atas beberapa macam yaitu:
ü   Bil Qalbi. Pergantian bulan terjadi  hanya dengan meyakini dalam hati bahwa saat itu sudah terjadi hilal.  Tidak perlu menengok ke langit atau menghitung di atas kertas, yang  penting percaya. Sebagian menyebut ru’yat ini sebagai melihat dengan mata batin.
ü   Bil Fi’li. Kelompok terakhir  menafsirkan hadits secara harfiah, bahwa hilal harus dilihat dengan mata  secara langsung. Ini pun masih menimbulkan tanda tanya, apakah harus  dengan mata telanjang? Sebagian berpendapat bahwa hilal harus dilihat  dengan mata langsung dan tidak boleh menggunakan alat yang memantulkan  cahaya. Sedangkan sebagian yang lain memperbolehkan.
Kesimpulan dari kedua Metode
Cara  kedua yaitu Istikmal, yaitu dengan cara menyempurnakan bulan Sya’ban  dari 29 hari menjadi 30 hari, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abu  Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Berpuasalah karena melihatnya (hilal) da berbukalah karena melihatnya, dan jika mendung maka genapkanlah hitungan bulan menjadi tiga puluh hari” (HR Bukhari dan Muslim)
Cara ketiga yiatu Hisab, yaitu sebuah metode perhitungan kedudukan hilal yang dilakukan dengan bantuan ilmu falak atau astronomi, guna menentukan awal bulan Qamariah, seperti untuk menentukan awal puasa. - See more at: http://www.islamnyamuslim.com/2013/07/tata-cara-menetapkan-awal-bulan-ramadhan.html#sthash.jnPCaccY.dpuf
“Berpuasalah karena melihatnya (hilal) da berbukalah karena melihatnya, dan jika mendung maka genapkanlah hitungan bulan menjadi tiga puluh hari” (HR Bukhari dan Muslim)
Cara ketiga yiatu Hisab, yaitu sebuah metode perhitungan kedudukan hilal yang dilakukan dengan bantuan ilmu falak atau astronomi, guna menentukan awal bulan Qamariah, seperti untuk menentukan awal puasa. - See more at: http://www.islamnyamuslim.com/2013/07/tata-cara-menetapkan-awal-bulan-ramadhan.html#sthash.jnPCaccY.dpuf
Dalam menetapkan awal bulan atau hari pertama dimulainya puasa Ramadhan ditetapkan dengan tiga cara, antara lain:
Pertama, Ru’yatul hilal, yaitu pengamatan jarak jauh terhadap hilal saat matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Qamariah dengan mata telanjang atau dengan alat, seperti teropong atau teleskop.
Jika hilal pada saat itu dapat dilihat, berarti mulai saat itu juga waktu awal bulan baru sudah dimulai. Sebaliknya, jika hilal belum nampak, berarti hari itu masih berada pada tanggal 30 bulan Qamariah. Dalam hadis riwayat Abdullah bin Umar, Rasulullah saw bersabda,
“Jangan kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal, begitu pula jangan berbuka (Idul Fitri) sampai melihatnya, dan jika kalian tertutup mendung maka perkirakanlah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Cara kedua yaitu Istikmal, yaitu dengan cara menyempurnakan bulan Sya’ban dari 29 hari menjadi 30 hari, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Berpuasalah karena melihatnya (hilal) da berbukalah karena melihatnya, dan jika mendung maka genapkanlah hitungan bulan menjadi tiga puluh hari” (HR Bukhari dan Muslim)
Cara ketiga yiatu Hisab, yaitu sebuah metode perhitungan kedudukan hilal yang dilakukan dengan bantuan ilmu falak atau astronomi, guna menentukan awal bulan Qamariah, seperti untuk menentukan awal puasa.
Dikutip dari berbagai sumber
        
Pertama, Ru’yatul hilal, yaitu pengamatan jarak jauh terhadap hilal saat matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Qamariah dengan mata telanjang atau dengan alat, seperti teropong atau teleskop.
Jika hilal pada saat itu dapat dilihat, berarti mulai saat itu juga waktu awal bulan baru sudah dimulai. Sebaliknya, jika hilal belum nampak, berarti hari itu masih berada pada tanggal 30 bulan Qamariah. Dalam hadis riwayat Abdullah bin Umar, Rasulullah saw bersabda,
“Jangan kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal, begitu pula jangan berbuka (Idul Fitri) sampai melihatnya, dan jika kalian tertutup mendung maka perkirakanlah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Cara kedua yaitu Istikmal, yaitu dengan cara menyempurnakan bulan Sya’ban dari 29 hari menjadi 30 hari, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Berpuasalah karena melihatnya (hilal) da berbukalah karena melihatnya, dan jika mendung maka genapkanlah hitungan bulan menjadi tiga puluh hari” (HR Bukhari dan Muslim)
Cara ketiga yiatu Hisab, yaitu sebuah metode perhitungan kedudukan hilal yang dilakukan dengan bantuan ilmu falak atau astronomi, guna menentukan awal bulan Qamariah, seperti untuk menentukan awal puasa.
Dikutip dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:
Posting Komentar